Kalau kita bertanya, pesta demokrasi apa yang paling panas di negara kita tercinta ini ?
Tentu jawabnya adalah PILKADES ( Pemilihan Kepala Desa ). Karena pesta ini secara langsung melibatkan aktifitas masyarakat, mulai yang dewasa sampai anak-anak. Dibandingkan dengan PILPRES, PILEG, PILGUB,PILBUP semua itu tidak ada apa apanya di banding PILKADES. Kalau PILPRES sampai PILBUP yang aktif paling cuma parpol dan anggota DPR itupun hanyalah permainan sandiwara semata. Kalau terlihat di media seolah olah berdepat dan bertengkar, ketika bertemu di lain tempat mereka berangkulan, bergurau bahkan korupsi bersama.
Lain halnya dengan PILKADES masyarakat mau tidak mau harus terlibat langsung karena mereka sama sama kenal dengan calon calon yang ingin memperebutkan tahta kekuasaan desa. Situasi ini bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang mempengaruhi memanasnya pesta demokrasi ini.
Berikut diantara beberapa faktor yang mempengaruhi (menurut pengamatan penulis ):
1. KADER
PILKADES tidak bisa lepas dari peran kader. Ibarat tubuh manusia, kader ini adalah organ yang berperan sebagai tangan, berperan sebagai mata, berperan sebagai kaki bahkan berperan sebagai senjata. Kader ini adalah politisi dadakan yang peran dan fungsinya sangat besar. Bisa jadi peran kader ini 99 % mempengaruhi terpilih dan tidaknya si calon. Mereka bekerja pantang segalanya, Kalau sudah seperti ini jangan berharap para kader ini bisa berperan sandiwara seperti politisi di senayan, mereka tidak ada basa basi, bahkan antar saudara yang menjadi kader calon yang berbeda tidak mau anjang sana. Boro boro anjang sana , tegur sapapun tidak mau. Begitulah panasnya keadaan masyarakat ketika ada PILKADES.
2. MONEY POLITIK
Sudah umum alias tidak rahasia lagi money politik selalu ada dan bahkan secara non formal adalah bagian dari PILKADES itu sendiri.. Sepenuhnya bukan salah calon kepala desa tetapi masyarakan sendiri yang pola berfikirnya selalu seperti itu. Mereka katakan " Lek gak ono duwite yo gak tak pilih Rek " ada pula yang seperti ini " Endi seng duwite akeh yo iku seng tak pilih " ada lagi yang meniru iklanya DJ***m begini " Wani piro ?"
Luar biasa apa yang terjadi dalam tatanan politik masyarakat kita. Mereka sudah tidak berfikir tentang visi dan misi yang di tawarkan para calon. Bahkan calon yang tidak mampu dan integritasnya patut di ragukan sekalipun bisa menjadi kepala desa terpilih.
3. PENJUDI
Yang terakhir ini sungguh luar biasa pengaruhnya. Timbulnya pola fikir masyarakat tentang money politik terjadi karena peran penjudi. Ironisnya judi pilkades seolah olah di legalkan, tidak ada pengawasan dari pihak terkait. Sungguh tidak masuk akal kalau ada biaya pilkades sampai menelan biaya milyaran rupiah. Sangat tidak masuk akal seorang calon kepala desa sampai berani mengeluarkan biaya politik sampai milyaran rupiah.
Ketiga faktor diatas merupakan sebuah lingkaran yang kuat yang sulit di putus. Dilain pihak masyarakat juga butuh uang untuk makan, penjudi juga butuh hasil untuk bersenang senang. Wes...... Embohlah ........
Untuk itu harus ada pendidikan politik bagi masyarakat, harus ada generasi yang bisa memutus pola pola seperti itu. Yang bisa berbuat dan mampu adalah generasi muda yang mandiri, tangguh, jujur yang berkualitas dan beraklhak.
Berikut diantara beberapa faktor yang mempengaruhi (menurut pengamatan penulis ):
1. KADER
PILKADES tidak bisa lepas dari peran kader. Ibarat tubuh manusia, kader ini adalah organ yang berperan sebagai tangan, berperan sebagai mata, berperan sebagai kaki bahkan berperan sebagai senjata. Kader ini adalah politisi dadakan yang peran dan fungsinya sangat besar. Bisa jadi peran kader ini 99 % mempengaruhi terpilih dan tidaknya si calon. Mereka bekerja pantang segalanya, Kalau sudah seperti ini jangan berharap para kader ini bisa berperan sandiwara seperti politisi di senayan, mereka tidak ada basa basi, bahkan antar saudara yang menjadi kader calon yang berbeda tidak mau anjang sana. Boro boro anjang sana , tegur sapapun tidak mau. Begitulah panasnya keadaan masyarakat ketika ada PILKADES.
2. MONEY POLITIK
Sudah umum alias tidak rahasia lagi money politik selalu ada dan bahkan secara non formal adalah bagian dari PILKADES itu sendiri.. Sepenuhnya bukan salah calon kepala desa tetapi masyarakan sendiri yang pola berfikirnya selalu seperti itu. Mereka katakan " Lek gak ono duwite yo gak tak pilih Rek " ada pula yang seperti ini " Endi seng duwite akeh yo iku seng tak pilih " ada lagi yang meniru iklanya DJ***m begini " Wani piro ?"
Luar biasa apa yang terjadi dalam tatanan politik masyarakat kita. Mereka sudah tidak berfikir tentang visi dan misi yang di tawarkan para calon. Bahkan calon yang tidak mampu dan integritasnya patut di ragukan sekalipun bisa menjadi kepala desa terpilih.
3. PENJUDI
Yang terakhir ini sungguh luar biasa pengaruhnya. Timbulnya pola fikir masyarakat tentang money politik terjadi karena peran penjudi. Ironisnya judi pilkades seolah olah di legalkan, tidak ada pengawasan dari pihak terkait. Sungguh tidak masuk akal kalau ada biaya pilkades sampai menelan biaya milyaran rupiah. Sangat tidak masuk akal seorang calon kepala desa sampai berani mengeluarkan biaya politik sampai milyaran rupiah.
Ketiga faktor diatas merupakan sebuah lingkaran yang kuat yang sulit di putus. Dilain pihak masyarakat juga butuh uang untuk makan, penjudi juga butuh hasil untuk bersenang senang. Wes...... Embohlah ........
Untuk itu harus ada pendidikan politik bagi masyarakat, harus ada generasi yang bisa memutus pola pola seperti itu. Yang bisa berbuat dan mampu adalah generasi muda yang mandiri, tangguh, jujur yang berkualitas dan beraklhak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar